Berlayar di Tengah Kota

Berlayar di lautan itu sudah biasa, tapi berlayar di pusat kota itu luar biasa. Hal yang seperti itu dapat kita jumpai di Kota Amsterdam, Belanda. Dikenal dengan sebutan kanal yang berarti saluran air buatan manusia yang ukurannya bisa dilalui oleh perahu bahkan kapal besar. Panjang kanal tersebut sekitar 100 km yang membelah daratan menjadi 90 pulau dan dilengkapi dengan 1500 jembatan penghubung. Awal dibangunnya kanal pada awal abad ke-17 saat masih di bawah kekuasaan Kaisar Romawi Suci dan Raja Spanyol, meskipun tidak lama setelah itu merdeka menjadi negara Republik.

Fungsi awal dibangunnya kanal adalah untuk pengaturan air dan pertahanan, seiring berjalannya waktu fungsinya berubah untuk penyaluran barang dan makanan, dan menjadi salah satu objek wisata di Amsterdam. Maka dari itu, bila kita ke Belanda pastikan kita ke kawasan kanal dan naik perahu meski sesaat saja untuk berfoto.

Saat saya berada di dekat kanal tersebut, rasanya tidak tercium bau-bauan yang aneh di hidung. Secara kasat mata kondisi kualitas air kanal tersebut cukup layak bila diperuntukkan untuk objek wisata yaitu airnya jernih, tidak berbau, dan tidak mengandung zat-zat yang membahayakan manusia.

Berdiri di Langit Belanda

Tepatnya berada di atas tower KNMI-mast Cabauw Belanda yang memiliki ketinggian 213 meter dari permukaan laut. Tower ini terletak di bagian tengah wilayah Belanda yang difungsikan untuk penelitian meteorologis guna mengetahui hubungan antara keadaan lapisan batas atmosfer (ABL), kondisi permukaan tanah, dan situasi cuaca umum untuk semua musim.

Kegiatan saat itu merupakan kunjungan lapang (field visit) untuk memperkuat materi yang berkaitan dengan Siklus Hidrologi dan Observasi khususnya pada topik proses atmosferik yang diampu oleh Dr.Ir. C. van der Tol (Christiaan) yang sangat tertarik dengan kajian interaksi antara air, energi, dan fotosintesis. Sekitar 40 orang mahasiswa master (S2) di departemen Waters Resource and Environmental Management mengikuti field visit satu hari penuh.

Kegiatan field visit dilanjutkan dengan mengunjungi Desa Kinderdijk yang letaknya tidak jauh dari Cabauw. Kinderdijk ini merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di Belanda yang dinobatkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO sejak tahun 1997. Kinderdijk terletak di polder Alblasserwaard di pertemuan sungai Lek dan Noord. Apa itu polder? Jadi daerah ini lebih rendah dari permukaan laut yang kemudian dibangun tanggul di sekelilingnya sehingga saat air laut pasang tidak menggenangi daerahnya. Nah supaya air yang ada di polder tersebut mengalir, dibangun sistem 19 kincir angin sekitar tahun 1740. Kelompok kincir ini merupakan kumpulan kincir angin tua terbesar di Belanda.

Ke Jerman Pakai Sepeda

Assalamu ‘alaikum gaes.. di saat-saat penulisan paper ilmiah untuk S3 saya ini (biar jemari tangan gak kaku 🙂, sengaja saya menuliskan pengalaman-pengalaman saat studi di Belanda 2009 lalu.

Judul di atas bukan naik sepeda dari Indonesia ya, tapi dari Belanda tepatnya dari Kota Esnchede yang berjarak 10 km dari Kota Gronau di Jerman bagian barat dekat perbatasan. Waktu itu tepatnya di hari Sabtu, bulan Maret atau di awal-awal musim semi (Spring). Suhu di luar ruangan sekitar 5-10 derajat Celcius, tidak terlalu dingin untuk bersepeda. Bermodalkan rasa penasaran yang tinggi dan didukung oleh koondisi badan yang fit saya genjot sepeda dari Enschede ke Gronau hanya sendirian.

Selama perjalanan dengan sepeda yang terkesan adalah suasana sepi sepanjang jalan. Kendaraan mobil yang berlalu lalang bisa dihitung tiap menitnya. Sedikit sekali terlihat penduduk yang berlalu lalang di jalan. Sesekali terlihat beberapa orang yang sedang ngopi di cafe. Lanskap yang terlihat saat-saat memasuki Gronau berupa hamparan rerumputan, taman, dan kebun yang diselingin dengan pepohonan besar. Saat di perbatasan Belanda-Jerman, nampak dua bendera berkibar berdampingan di sebuah restoran yang letaknya perbatasan. Sampai akhirnya saya sampai di sebuah taman kota lalu berfoto sendiri dengan menyetel timer foto.

Suasana kuno mulai terasa saat melewati kawasan permukiman dan gedung-gedung perkantoran. Lalu sesampainya di pusat Kota Gronau, saya singgah di taman kota yang cukup luas. Di dalamnya terdapat air mancur, museum musik, dan piramida yang terbuat dari urugan tanah yang tingginya antara 20 meteran (perkiraan). Ketika sudah berada di puncak piramida tersebut saya bisa melihat lanskap Kota Gronau dari berbagai penjuru. Kotanya secara umum “hijau” yang masih banyak ditumbuhi pepohonan dan rerumputan. Tata kotanya terkesan rapih dan ramah untuk kehidupan keluarga.