Aduh, Aku Repatriated! Loh Kok Bisa??

Bismillah…

Abstrak

Ini kisah lama yang baru sempat aku tuliskan di blog ini. Kisah ini cukup mendebar-debarkan jantung, membuat air mata bercucuran, menjadikan pikiran tak tenang, sulit untuk tidur, dan serba ketidakpastian.

Kisah ini berawal dari visa yang aku terima dari Kedubes Arab Saudi di Jakarta. Di dalamnya tertuliskan masa berlakunya visa sebelum keberangkatan dari Jakarta ke Jeddah. Ditulis dengan tulisan latin tapi mengikuti kalender hijriyah sehingga menyebabkan aku salah memahami batas akhir berlakunya. Tiket pesawat yang aku beli sebenarnya sudah melebihi masa berlaku visa. Penjual tiket pun sayangnya tidak menyadari, bahkan sampai petugas check-in pun tidak mengecek visa lebih rinci. Sampai akhirnya, aku bisa naik pesawat dan terbang menuju ke Jeddah.

Berangkat sore, transit di Abu Dhabi tengah malam, lalu tiba di Jeddah jam 3 pagi. Selama perjalanan tidak ada firasat apa-apa, semuanya berjalan bagaikan mimpi dan merasa bersyukur kepada Allah karena anak seorang mantan kondektur bus dan pedagang kecil bisa terbang-terbang ke Eropa dan kini ke Timur Tengah. Jakarta-Jeddah ditempuh kurang lebih 10 jam. Butuh dua kali tutup mata sambil ngorok dan dua kali makan selama di udara. Obrolan demi obrolan aku lewati bersama dengan salah seorang yang katanya mahasiswa di salah satu Ma’had atau pondok yang ada di Mekkah. Obrolan kami mengalir sampai lelahnya mata menghentikan pergerakan lidah.

“Flight attendant landing station” suara itu terdengar saat-saat pesawat akan mendarat. Aku pun terbangun dan bersiap dengan mengencangkan sabuk pengaman dan menegakkan kursi sandaran. Saat kubuka penutup jendela pesawat, suasana di luar masih gelap namun dipenuhi dengan lampu-lampu jalan yang tertata rapih dan memanjang. Hingga terdengar bunyi “dug” disertai dengan perubahan tekanan yang aku rasakan di dada, daaaaannnn…sampailah pesawat di Bandara King Abdulaziz Jeddah.

Perlahan-lahan aku mengangkut tas dan koper ke dari dalam pesawat menuju ke ruang pemeriksaan paspor. Kenalanku lebih dulu melewati meja imigrasi dan aku katakan kepadanya untuk menunggu di tempat pengambilan bagasi. Namun saat giliranku di meja imigrasi, bagaikan petir di siang hari.. Aku merasa tidak percaya saat petugas imigrasi mengatakan bahwa visa keberangkatanku sudah tidak berlaku,“your visa has expired”, sehingga aku menanyakan lagi maksudnya apa. Petugas itupun mengulanginya lagi dan mengatakan saya harus pulang ke Indonesia lagi sekarang juga. Sontak aku terkejut dan jantung berdebar-debar, keringat dingin keluar dan tubuh gemetar. Lalu aku diminta untuk ke ruang imigrasi yang berada di dalam bandara, dan diminta untuk duduk di dalamnya. Kemudian aku mulai diintrogasi oleh petugas imigrasi lainnya dan diminta untuk menghubungi staf kampus yang akan menjemput.

Pada saat itu sekitar pukul 4 pagi, Pak Sameer sedang menungguku di pintu keluar bendara, lalu salah seorang petugas imigrasi menelponnya dan memintanya untuk datang menemuiku di ruang imigrasi. Waktu subuh pun tiba, aku meminta iin melaksanakan sholat di musholla bandara yang jaraknya sekitar 30 meter dari ruang imigrasi. Namun untuk bisa sholat di musholla harus dikawal oleh salah seorang petugas bandara. Sampai akhirnya aku selesai sholat, ia merasa yakin bahwa aku orang baik sehingga ia mengajakku ngobrol. ia mengatakan bahwa ia punya banyak teman Indonesia di Jeddah, sehingga ia pun memberikan nomor HP-nya kepadaku.

Hingga jam 6 pagi, belum ada tanda-tanda Pak Sameer akan menemuiku di ruang imigrasi. Selama menunggu itu, aku diberi sepaket sarapan pagi oleh petugas imigrasi. Nampaknya, orang-orang yang bermasalah dengan keiimigrasian lainnya pun sama diberi paket sarapan pagi. Pada jam sekitar 7 pagi, Pak Sameer akhirnya datang menemuiku. Ia menanyakan apa yang terjadi padaku, mengapa bisa sampai bermasalah dengan visa tersebut. Aku pun menjelaskan alasannya, lalu ia menelpon staf lain yang ada di kampus. Namun sayangnya, hari itu adalah hari libur kampus, sehingga kampus tidak bisa membantu permasalahan tersebut hari itu juga. Salah seorang petinggi di fakultas menelponku bahwa saya tidak perlu khawatir karena pihak kampus akan membantu mencarikan solusinya, hanya saja aturan keiimigrasian di Arab Saudi sangat ketat dan kaku, sehingga mau tidak mau saya harus kembali lagi ke Indonesia dan mengurus visa yang baru. Astaghfirullaaaahhh….Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi, sampai akhirnya Pak Sameer berpamitan dan meninggalkanku di bandara.

Saat itu aku sangat kebingungan, apa yang harus dilakukan agar aku bisa keluar dari bandara. Apakah tidak ada cara lain? Padahal tinggal selangkah lagi aku bisa menginjakkan kakiku ke kampus dan ke tanah suci Mekkah. Namun apa daya, petinggi fakultas sudah mengatakan seperti itu, staf yang menjemputku telah keluar bandara, hanya aku dan orang-orang yang bermasalah dengan keimigrasian di tempat itu. Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali duduk dan menunggu informasi pesawat yang akan membawaku ke Jakarta lagi.

Satu dua jam bahkan hingga waktu Zuhur tiba belum ada informasi dari petugas imigrasi bandara mengenai kepulanganku ke Jakarta. Hatiku pun makin galau dan gundah gulana. Apa yang seharusnya aku lakukan di sini. Jenuhku sudah mulai terasa. Kondisi seperti ini belum diketahui oleh keluargaku. Aku berusaha untuk tetap tenang dan berharap semuanya akan berjalan baik-baik saja. Namun semakin lama kegalauanku semakin memuncak. Hingga akhirnya aku beli paket nelpon ke luar Saudi dengan harga 50 riyal atau sekitar 200ribu. Orang yang pertama kali kutelpon bukan salah seorang keluargaku, tapi sahabatku, dialah Adlil Umarat yang sekarang sebagai trainer masalah parenting, ia dikenal dengan Childhood Optimizer.

(to be continued)

Berhaji Saat Kuliah di Jeddah

Bismillah..

Buah dari kesabaranku setelah dipulangkan alias dideportasi dari bandara Jeddah di akhir tahun 2009, Allah balas dengan kesempatan untuk menjalankan ibadah haji di tahun 2010. Saya ingat sekali, Profesor Mansour Almazroui dari Departmen Meteorologi memanggilku bersama mahasiswa lain untuk menanyakan apakah saya ingin melaksanakan haji di pekan mendatang. Tentu, jawabku iya-lah, karena tujuanku datang ke Arab Saudi selain untuk kuliah dan memperoleh gelar akademik, juga ingin melaksanakan salah satu kewajiban sebagai muslim, yakni berhaji. Lalu, keesokan harinya kami berdua diajak ke Mekkah tepatnya ke Universitas Ummul Quro untuk menemui salah seorang rekannya yang juga dosen untuk dibuatkan kartu ID bebas masuk ke Mekkah saat musim haji.

Alhamdulillah, kartu ID masuk sudah ada, tinggal dananya yang belum ada. Keesokan harinya, supervisorku yang bernama Profesor Amro Elfeki dari Dep. Hidrologi menanyakan perihal keinginanku untuk berhaji. Lalu iya memberikanku beberapa lembar yang uang riyal. Awalnya aku menolaknya, namun karena aku suka kucing, jadinya malu-malu kucing deh..terpaksa aku terima dengan senang hati. Tak lama, Profesor Jarbou menemuiku di dalam ruang kerjaku, lalu dengan cepat menempelkan telapak tangannya ke telapak tanganku. Aku pun tak menyangka, ternyata beliau memberikan beberapa lembar uang riyal untukku dan mengatakan,”Just take it, hurry up” sambil tengok kanan dan kiri, mungkin maksudnya mumpung sedang sepi. Tak berhenti di situ, ada dosen lain yang seruangan denganku namanya Ustadz Sameer juga menanyakan perihal keinginanku berhaji, lalu ia memberikan beberapa lembar uang riyal kepadaku, seraya berkata,”Please, make du’a for me when you are doing Hajj”. Lagi, keesokan harinya bertepatan pada tanggal 7 Dzulhijjah, Profesor Mansour Almazroui bersama koleganya menemuiku di asrama mahasiswa, lalu ia menyerahkan sebuah amplop putih dan mengatakan,”Are you ready to do Hajji? This is money for your Hajj, do not forget to make us du’a when you are in Arafah for Wuquf”.

Masya Allah watabarakallah.. nikmat mana lagi yang aku dustakan? Begitu pemurahnya orang-orang itu kepadaku. Mereka berlomba-lomba bersedekah kepada orang yang ingin menjalankan ibadah Haji, terlebih ini adalah Haji yang pertama kalinya. Tidak ada yang mereka harapkan dariku selain mendoakannya, dan pastinya semua peristiwa itu atas ijin dan kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.

Persiapan pelaksanaan ibadah Haji telah aku lakukan dengan berguru kepada teman-teman yang ada di Jeddah dan beberapa ustadz, sampai akhirnya malam ke-8 Dzulhijjah tiba, aku bersama teman lainnya berangkat menuju ke Mekkah dengan taksi. Yalla ruh,,,

Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik..